Mengenai Hajah Naziha, Istri Syekh Muhammad Hisyam Kabbani

Hajah Naziha bersama Ibunya, Hajah Amina Adil al-Haqqani (w.2004)


Hajah Naziha adalah seorang keturunan Nabi Muhammad (s) baik dari jalur ayah maupun ibunya. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga yang unik, yang keberadaannya hingga kini terus ditujukan untuk mengabdi di Jalan Allah (swt). Ketika masih kecil, ia hidup bertetangga dengan Grandsyekh Abdullah Daghestani (q), mursyid Tarekat Naqsybandi. Setelah beliau wafat, ayahnya, yaitu Mawlana Syekh Nazim menjadi Syekh dari tarekat tersebut. Ibunya, yaitu Hajah Amina Adil (q) adalah seorang ulama Islam, yang mengajarkan dan menulis banyak tentang kisah kehidupan nabi-nabi Allah.

Kehidupan Hajah Naziha bukanlah kehidupan yang mudah, melainkan kehidupan yang penuh dengan pelayanan ilahiah dalam berbagai bentuk. Sejak usia sepuluh tahun, banyak tamu yang mengunjungi kediaman Grandsyekh Abdullah (q) dan kediaman ayahnya, Syekh Nazim (q). Seringkali ia bersama ibunya, Hajah Amina (q), membersihkan cucian para tamu dan setiap hari ia membantu ibunya untuk menyiapkan makanan bagi syekh dan tamunya, murid-murid yang datang silih berganti tanpa henti.

Mereka bekerja keras dalam rumah tangga ayahnya yang merupakan deputi Grandsyekh yang bertanggung jawab untuk mengatur segala urusan di dalam tarekat dengan tulus dan tanpa pamrih, dalam rangka ibadah kepada Allah. Ketika ia mempunyai waktu luang, Naziha muda akan pergi ke rumah Grandsyekh Abdullah (q) untuk menghadiri majelisnya.

Sebelum wafat, Grandsyekh Abdullah (q) meminta Syekh Nazim (q) untuk menikahkan Naziha muda dengan Syekh Hisyam Kabbani (q), yang pada saat itu adalah seorang mahasiswa di American University di Beirut, pada awal tahun 1969. Setelah berkonsultasi dengan putrinya, Syekh Nazim (q) dan Hajah Amina (q) menerima pertunangannya dengan membaca Fatiha. Namun karena Syekh Hisyam (q) masih menjalani kuliahnya, pernikahannya baru terjadi enam bulan kemudian.

Hajah Naziha telah bepergian ke berbagai penjuru dunia—Eropa, Timur Tengah, Timur Jauh, Amerika Utara dan Selatan, bahkan ke Alaska—bersama orang tua dan suaminya. Dan di mana pun tempat yang ia datangi, Hajah Naziha terus bekerja untuk membangkitkan keimanan orang-orang yang ia kunjungi dengan melakukan zikir, memberi ceramah dan membawa orang-orang kembali bersentuhan dengan kehidupan spiritual mereka. Ia harus mengamati banyak orang, beragam kebudayaan, dan situasi pribadi seseorang, dan menasihati kaum wanita di seluruh dunia dalam berbagai topik dan masalah.

Hajah Naziha telah menjadi bagian dari rumah tangga empat ulama suci dan melalui ketekunannya dan terus mengikuti perkumpulan bersama Grandsyekh dan ayahnya, dengan sendirinya ia tumbuh menjadi seorang ulama dan penasihat spiritual. Sebelum wafat, Grandsyekh Abdullah (q) mengatakan kepada Hajah Naziha bahwa Allah (swt) telah mentakdirkannya sebagai seorang guru bagi kaum wanita, dan inilah yang terjadi hingga kini. Semoga Allah (swt) melimpahkan keberkahan kepadanya dan kepada keluarganya, dan semoga Allah (swt) memanjangkan umurnya dan memberinya kesehatan yang baik.